Bahagia Itu Sederhana, Tapi Kenapa Banyak Orang Sulit Menemukannya?
Oleh: Ervino Hebri Handoko, S. Fil.
Katolik Terkini - Setiap orang mendambakan hidup yang bahagia. Namun, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang memiliki ukuran pasti, karena setiap individu memiliki standar kebahagiaannya sendiri. Seorang guru tentu memiliki kebahagiaan yang berbeda dengan seorang polisi, begitu juga dengan profesi lainnya. Prinsipnya, tidak ada tolok ukur baku untuk menilai kadar kebahagiaan seseorang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebahagiaan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan kesenangan, ketentraman hidup secara lahir dan batin yang maknanya adalah untuk meningkatkan visi diri. Dengan kata lain, kebahagiaan berkaitan erat dengan bagaimana seseorang meningkatkan visi dan makna dalam hidupnya.
Jika disederhanakan, kebahagiaan sering kali diartikan sebagai hidup tanpa masalah, bebas dari tekanan pekerjaan, luka masa lalu, atau rasa sakit. Namun, konsep ini terlalu ideal. Kenyataannya, setiap orang pasti memiliki masalah. Tidak ada manusia yang benar-benar terbebas dari tantangan hidup. Justru, bagaimana seseorang menghadapi masalah inilah yang menentukan kadar kebahagiaannya.
Kebahagiaan bukan hanya apa yang terlihat di permukaan, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam, sebuah kondisi batin yang tidak selalu tampak dari luar. Sayangnya, kita sering kali terjebak dalam asumsi yang keliru, menilai kebahagiaan seseorang hanya dari ekspresi atau perilaku luarnya saja.
Kebahagiaan dan Misteri di Baliknya
Sering kali kita melihat seseorang tampak periang, ramah, dan aktif bersosialisasi. Namun, tiba-tiba kita dikejutkan dengan kabar bahwa ia mengalami depresi, atau bahkan memilih mengakhiri hidupnya. Ini menunjukkan bahwa apa yang terlihat di luar tidak selalu mencerminkan apa yang ada di dalam hati seseorang.
Kita juga sering salah paham terhadap orang-orang yang serius dalam menjalani hidupnya. Mereka mungkin terlihat tidak bahagia karena jarang tertawa atau berinteraksi secara terbuka. Padahal, bisa jadi mereka justru sedang menikmati kebahagiaan dengan cara mereka sendiri, fokus pada hidup dan tidak terpengaruh oleh pandangan orang lain.
Selain itu, ada pula orang yang sengaja menyembunyikan kesedihannya di balik senyuman. Mereka ingin terlihat kuat, tidak ingin merepotkan orang lain, atau takut dianggap lemah jika menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Ini sering terjadi pada orang dengan kepribadian introvert, yang lebih memilih memendam emosinya daripada mengungkapkannya kepada orang lain.
Komunikasi Dua Arah: Kunci Memahami Kebahagiaan
Salah satu cara terbaik untuk mengetahui apakah seseorang benar-benar bahagia adalah melalui komunikasi dua arah. Namun, tidak hanya sekadar berbicara saja. Kita perlu terlibat dalam percakapan yang lebih mendalam, berbagi pengalaman hidup, dan membangun keterbukaan.
Komunikasi yang efektif bukan hanya sekadar mengetahui tentang seseorang, tetapi juga memahami perasaan dan kondisi batinnya. Karena mengetahui belum tentu memahami. Seseorang mungkin tampak baik-baik saja, tetapi tanpa komunikasi yang lebih dalam, kita tidak akan benar-benar tahu apa yang sedang ia rasakan.
Namun, pada akhirnya, hanya diri kita sendiri yang benar-benar tahu bagaimana mengukur kebahagiaan kita. Orang lain mungkin dapat menilai dari luar, tetapi hanya kita yang bisa merasakan kebahagiaan itu dari dalam.
Kebahagiaan Sejati: Dialami Bukan Dicari
Setiap orang memiliki takaran kebahagiaannya masing-masing. Kita tidak bisa menjadikan standar kebahagiaan orang lain sebagai ukuran bagi diri sendiri. Yang lebih penting adalah tidak membandingkan kebahagiaan kita dengan kebahagiaan orang lain.
Banyak orang kehilangan kebahagiaannya karena terlalu fokus pada pencapaian orang lain, mengukur hidupnya berdasarkan standar sosial yang tidak relevan dengan dirinya. Padahal, kebahagiaan sejati datang ketika kita mensyukuri apa yang kita miliki dan hidup sesuai dengan kemampuan serta nilai-nilai yang kita anut.
Selain itu, kita tidak perlu terlalu memikirkan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Berusaha terlalu keras untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain justru dapat menjebak kita dalam kebahagiaan yang semu.
Pada akhirnya, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang perlu kita kejar dengan ambisi yang berlebihan, melainkan sesuatu yang harus kita alami dan maknai dalam kehidupan sehari-hari. Aristoteles*l pernah mengatakan bahwa kebahagiaan diperoleh melalui proses rasionalisasi pengalaman hidup.
Semakin dalam kita memaknai setiap peristiwa dalam hidup, semakin besar peluang kita untuk meraih kebahagiaan yang otentik. Pikiran kita memiliki peran besar dalam menciptakan kebahagiaan itu sendiri.
Seseorang tidak akan pernah benar-benar bahagia jika ia terus bertanya, "Bagaimana cara mencapai kebahagiaan?" Kebahagiaan adalah tentang menikmati dan mensyukuri apa yang kita miliki, tanpa menjadikan kehidupan orang lain sebagai pembanding.
Harta yang melimpah, ketenaran, atau bahkan senyuman di wajah seseorang tidak selalu mencerminkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan sejati datang dari dalam diri kita sendiri, dari cara kita memberi makna pada setiap pengalaman hidup yang kita jalani.(AD)
Sayangnya kebahagiaan seseorang diukur dari seberapa kaya kah dia
BalasHapus