Dari Tentara Swiss Menjadi Pastor: Perjalanan Spiritual Didier Grandjean yang Inspiratif
Katolik Terkini - Lahir dan dibesarkan dalam keluarga religius di Fribourg, Swiss, Didier Grandjean tumbuh dengan motivasi kuat untuk melayani Gereja.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Angkatan Darat Swiss, ia memilih untuk mengabdikan diri dalam Garda Swiss Kepausan, sebuah keputusan yang menandai awal perjalanannya menuju panggilan imamat.
Grandjean bergabung dengan Garda Swiss Kepausan pada usia 21 tahun dan melayani dari tahun 2011 hingga 2019. Selama masa pelayanannya, ia sering bertemu dengan para peziarah yang mengunjungi Vatikan, dan dari interaksi tersebut, ia terinspirasi oleh iman mereka yang mendalam.
Pengalaman ini menjadi motivator bagi pencerahan spiritualnya, membuatnya lebih banyak meluangkan waktu untuk berdoa dan merenung.
Kedewasaan spiritual yang ia capai selama bertugas, menurutnya, sangat penting dalam membantunya menentukan jalan hidup yang sesungguhnya, menjadi seorang pastor.
Dukungan Keluarga dan Dorongan untuk Masuk Seminari
Meskipun keluarganya sangat religius, keputusan Grandjean untuk beralih dari seorang tentara dan Garda Swiss Kepausan ke jalan imamat sempat mengejutkan mereka.
Namun, dukungan dan cinta dari keluarganya, terutama pesan dari ayahnya sebelum meninggal, semakin memperkuat tekad Grandjean untuk mengikuti panggilan ini.
"Pergilah; ini adalah jalanmu," kata sang ayah, sebuah pesan yang terus terpatri dalam hati Grandjean hingga kini.
Menghubungkan Nilai Garda Swiss dengan Panggilan Imamat
Pengalaman Grandjean selama konklaf 2013, di mana ia menyaksikan kemegahan dan simbolisme Gereja, semakin memperkuat tekadnya.
Nilai-nilai yang ia pelajari di Garda Swiss, seperti disiplin, persaudaraan, dan pengabdian yang tulus, selaras dengan nilai-nilai yang ia bawa ke dalam panggilan imamat.
Dalam hidupnya, Grandjean selalu mengingat gelar paus "Servus servorum Dei" (Pelayan para Pelayan Tuhan) sebagai inspirasi.
Baginya, menjadi seorang imam adalah tentang melayani dengan kerendahan hati dan tanpa pamrih, seperti halnya menjadi seorang Garda Swiss.
Krisis Komitmen dan Pesan Harapan
Sebagai seorang seminaris, Grandjean menyadari tantangan besar yang harus dihadapi dalam panggilan imamat, terutama kesepian yang datang dari tidak menikah. Namun, ia berusaha menemukan cinta dan dukungan melalui pelayanannya kepada umat beriman.
Grandjean juga menyuarakan keprihatinannya terhadap "masyarakat kenyamanan" yang semakin mengesampingkan pentingnya pengorbanan dan komitmen jangka panjang, baik dalam imamat maupun pernikahan.
Ia mendesak orang-orang untuk memiliki keberanian mengikuti jalan iman dan menemukan kebahagiaan di dalamnya, karena Kristus akan selalu menyertai mereka.
Terlepas dari berkurangnya jumlah panggilan imamat, Grandjean tetap optimis. Ia menegaskan bahwa Gereja dan para pelayannya harus selalu hadir bagi umat, dengan keyakinan bahwa apa yang mereka lepaskan akan dikembalikan seratus kali lipat.
Kisah Didier Grandjean adalah bukti bahwa panggilan Tuhan bisa datang dari berbagai latar belakang, bahkan dari seorang Garda Swiss Kepausan.
Melalui perjalanannya, ia menunjukkan bahwa komitmen, pengorbanan, dan iman yang kuat dapat membawa seseorang menemukan jalan hidup yang sejati, dengan Kristus sebagai penuntun utama.(AD)
Posting Komentar