Dalam Rangka HUT ke-47, Paroki Roh Kudus Labuan Bajo Menggelar Lomba “Torok Tae” dan Story Telling Tingkat SMA/SMK
Katolik Terkini – Pada tahun 2024, Paroki Roh Kudus Labuan Bajo
menginjak usia ke-47, tepat di Hari Raya Pentakosta. Paroki yang didirikan pada
1977 ini menjadi paroki tertua di Kota Labuan Bajo, yang telah berjasa
menanamkan sekaligus memperkuat sendi iman Katolik di kota pariwisata super
premium ini.
Pada satu dekade terakhir, paroki yang terletak di pusat kota ini
berdinamika bersama akselerasi pembangunan Labuan Bajo sebagai kota pariwisata,
terhitung sejak acara Sail Komodo pada 2013 dan diikuti dengan penetapan kota
ini sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) oleh
Presiden Joko Widodo pada 2018.
Seiring perkembangan ini, Paroki Roh Kudus mengalami tantangan sekaligus
peluang baru di bidang pastoral pariwisata dan budaya. Maka, untuk merespons
tantangan dan peluang ini, pada momentum menyongsong ulang tahun paroki pada
tahun ini, Seksi Pastoral Pariwisata dan Budaya Paroki Roh Kudus menggelar
lomba “Torok Tae” (seni bertutur
untuk menyambut tamu secara adat Manggarai) dan Story Telling dalam Bahasa Inggris dengan inspirasi cerita-cerita
rakyat Manggarai.
Kegiatan perlombaan yang terjadi pada Jumat, 17/05/2024, bertempat di
aula paroki, melibatkan hampir semua Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Labuan Bajo. Masing-masing sekolah mengutus
perwakilan dalam dua jenis lomba yang berbeda, bahkan ada sekolah yang
mengirimkan lebih dari satu perwakilan sebagai bentuk antusiasime untuk
menyukseskan perlombaan ini.
Stefanus Sahaba, selaku ketua Seksi Pastoral Pariwisata dan Budaya
Paroki Roh Kudus sekaligus ketua panitia kegiatan perlombaan, menjelaskan bahwa
inisiatif untuk menyelenggarakan lomba ini didasari oleh semangat iman untuk
mendukung Program Pariwisata Holistik yang dicanangkan Keuskupan Ruteng sejak
tahun 2022 dengan motto utama: Berpartisipasi, Berbudaya dan Berkelanjutan.
“Pada kegiatan kali ini, kami fokus pada tema berbudaya melalui pengadaan
lomba torok tae dan story telling berdasarkan inspirasi cerita rakyat Manggarai,” tegas
Sahaba.
Perkembangan industri pariwisata, menurut Sahaba, di satu sisi membawa
peluang dan kesempatan baru bagi masyarakat setempat, namun di sisi lain juga bisa
membawa bencana, khususnya bagi budaya dan kearifan lokal yang menjadi ciri
khas orang Manggarai.
“Kita tidak mau budaya yang menjadi bagian dari eksistensi kita orang
Manggarai tergerus dan tergilas oleh budaya asing yang menjadi bagian tak terpisahkan
dari dunia pariwisata. Kita butuh generasi muda sebagai ahli waris dari warisan
leluhur ini. Ini sangat penting sebab orang boleh mati, tetapi budaya harus
tetap hidup selamanya,” pungkas Sahaba penuh semangat dalam sambutan pembuka
kegiatan perlombaan.
Selain untuk memperkuat ketahanan budaya generasi muda, kegiatan
perlombaan ini juga diinisiasi untuk merespons tren baru wisatawan asing yang
berkunjung ke Labuan Bajo. Menurut data dari Dinas Pariwisata Manggarai Barat,
dalam beberapa tahun terakhir ada kecendrungan wisatawan untuk menginap di home stay
milik warga setempat daripada di hotel. Wisatawan ingin mengalami secara
langsung keseharian masyarakat lokal dan menikmati hal-hal unik yang tidak
mereka dapatkan di negeri mereka sendiri.
Kearifan lokal berupa makanan khas lokal, ceritera rakyat, musik
tradisional, dan cara hidup sehari-hari masyarakat setempat merupakan hal baru
dan menarik bagi para wisatawan. Dari beberapa hal ini, wisatawan sangat
tertarik dengan ceritera rakyat setempat berupa fabel, legenda, dongeng maupun
mitos.
“Para peserta lomba ini dipersiapkan untuk menjawab kebutuhan itu sehingga
mereka bisa mendapat nilai tambah ekonomi dari keterlibatan mereka di bidang
pariwisata. Demikian juga dengan Torok
Tae. Hampir setiap hari ada rombongan
wisatawan datang di Labuan Bajo dan kebanyakan travel agent selalu menyambut
mereka secara budaya, dengan Torok
atau Kepok. Untuk itu, lomba torok tae dan story telling ini diadakan hari ini,” ungkap
Sahaba, yang juga merupakan inisiator kegiatan ini, di akhir sambutannya.
Para Peserta Lomba “Torok Tae” dan Story Telling Tingkat SMA/SMK dalam Perayaan HUT ke-47 Paroki Roh Kudus labuan Bajo (dok. foto: JDU) |
Untuk memperkuat pendasaran penyelenggaraan lomba ini, Siprianus Van yang berperan sebagai pemandu acara mengutip sebuah jargon populer, “Think globally, but act locally”, untuk menegaskan bahwa perkembangan pariwisata yang pesat di Labuan Bajo mesti mendorong masyarakat setempat untuk berpikir global, tetapi seluruh pemikiran dan pandangan hidup yang luas itu mesti diwujudkan secara berkebudayaan.
Maka,
perlombaan ini dibuat sebagai bentuk kepedulian dan keterlibatan Gereja Paroki
Roh Kudus dalam mempersiapkan masyarakat lokal untuk berkiprah secara
berkebudayaan di kancah pariwisata Labuan Bajo dan Manggarai Barat.
Dari hasil penilaian para juri, yang terdiri dari akademisi dan profesional, diputuskan tiga pemenang utama dalam dua jenis mata lomba ini. Untuk kategori lomba Torok Tae, Juara I diraih oleh utusan dari SMAN 1 Labuan Bajo; Juara II diraih oleh utusan dari SMKN 1 Labuan Bajo; dan Juara III diraih oleh utusan dari SMAK St. Ignatius Loyola.
Untuk lomba story telling, juara I diraih oleh utusan dari SMAK Seminari St. Yohanes
Paulus II; Juara II diraih oleh utusan dari SMAK St. Ignatius Loyola; dan Juara
III diraih oleh utusan dari SMKN 1 Labuan Bajo.
Berdasarkan usulan Pastor Paroki, RD Laurensius Sopang, peraih juara
pertama lomba Torok Tae akan dipercayakan membawakan torok tae saat sesi persembahan misa kedua pada Hari Raya Pentakosta dan
kemudian tampil sebagai pembawa torok
tae saat Festival Golo Koe, sementara
juara pertama lomba story telling akan tampil pada acara hiburan
Festival Golo Koe pada Agustus mendatang. (JDU)
Posting Komentar