Laporan Terbaru ICC: Penganiayaan Terberat Komunitas Kristen di 9 Negara Tahun 2023
Katolik Terkini - International Christian Concern (ICC), baru-baru ini merilis laporan tahunannya tentang "Penyiksa Terburuk di Dunia" terhadap komunitas Kristen.
Laporan ini mengungkapkan bahwa di tahun 2023, Komunitas Kristen di berbagai negara mengalami penindasan, penahanan, penculikan, dan pembunuhan.
ICC menyoroti 9 negara di mana komunitas kristen mengalami penindasan terus-menerus. Meskipun demikian, ada tanda-tanda harapan di beberapa negara, seperti China, Iran, dan Nigeria, di mana kekristenan berkembang meskipun penyiksaan yang mereka alami.
Nigeria: Penderitaan Umat Katolik di Tengah Konflik Bersenjata
Di Nigeria, umat Katolik terus menderita akibat serangan geng bersenjata seperti Boko Haram dan pemberontak di bagian utara negara ini. Para gembala atau imam juga menjadi target, dengan serangan brutal yang menyebabkan korban jiwa, termasuk seorang seminaris yang dibakar hidup-hidup pada 7 September 2023.
Menurut Konferensi Episkopal Nigeria pada bulan September, selama 17 tahun, dari 2006 hingga 2023, lebih dari 50 imam diculik, dan 17 di antaranya tewas.
Korea Utara: Larangan Kekristenan di Bawah Kekuasaan Kim Jong Un
Di bawah pemerintahan diktator Kim Jong Un, kekristenan dilarang di Korea Utara, dan umat Katolik harus menjalani dan menghayati iman mereka secara sembunyi-sembunyi.
Pada Mei 2023, pasangan suami istri dan anak berusia 2 tahun, mereka dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah sebuah Alkitab ditemukan di rumah keluarga tersebut. ICC melaporkan bahwa umat Kristen secara teratur dipenjara, disiksa di kamp-kamp penahanan, dan dieksekusi.
India: Peningkatan Kekerasan Anti-Kristen oleh Nasionalis Hindu
Komunitas Kristen di India, yang jumlahnya sekitar 26 juta, menjadi sasaran penganiayaan oleh nasionalis Hindu. Pada tahun 2023, terjadi serangan brutal di negara bagian Manipur yang mengakibatkan puluhan umat Kristen tewas.
Selain kekerasan fisik, mereka juga mungkin dipaksa untuk berpindah agama atau dihadapkan pada tuduhan palsu penistaan agama.
Iran: Represi terhadap Komunitas Kristen
Di Iran, komunitas kriaten berjumlah antara 500.000 hingga 800.000 orang, dan mereka menghadapi tekanan dari rezim otoriter. Meskipun secara teoritis praktik komunitas kristen tidak dilarang tetapi pada kenyataannya umat Katolik di negara ini sering kali ditindas.
Di Iran, Muslim menghadapi sanksi pidana jika mereka berpindah agama menjadi Katolik atau Kristen. Demikian juga, pernikahan campuran dilarang. Namun, laporan tersebut menyatakan bahwa Gereja di Iran berkembang pesat.
China: Pertumbuhan Iman Katolik di Bawah Represi
Di Tiongkok, rezim komunis ateis bersikap bermusuhan terhadap iman Kristen. Meskipun demikian, 70 juta hingga 100 juta umat Kristen menjalani iman mereka secara sembunyi-sembunyi.
Menurut laporan ICC, Kekristenan sedang mengalami kemajuan pesat di tengah tantangan ini. Iman dan keberanian para penganut Kristen di Tiongkok sangat menginspirasi.
Pengawasan kamera terhadap gereja, penangkapan, penahanan, sensorship – rezim secara ketat mengendalikan dan menindas mereka yang terang-terangan berbicara tentang iman Kristen mereka. Meskipun begitu, dialog antara Gereja dan rezim telah mulai terjalin dalam beberapa tahun terakhir.
Pakistan: Perjuangan Melawan Fundamentalisme Islam
Pakistan menjadi salah satu negara di mana situasi umat Kristen sangat dramatis. Fundamentalisme Islam menyatu dalam institusi dan masyarakat, menempatkan umat Kristen dalam risiko nyawa saat mereka secara terbuka menunjukkan identitas kekristenan mereka.
Hukum penistaan agama, sering kali digunakan sebagai alat penindasan terhadap komunitas Kristen, memberikan otoritas untuk menangkap, menghukum mati, dan mengeksekusi orang kristen atas tuduhan yang seringkali palsu.
Umat Kristen juga sering menjadi target kekerasan dan penghancuran oleh kelompok-kelompok tertentu, seperti yang terjadi di Faisalabad (di timur negara) dan Jaranwala pada 16 Agustus 2023.
Eritrea: Negara Paling Represif di Afrika
Menurut laporan ICC, Eritrea dikenal sebagai negara paling represif di Afrika, di mana umat Kristen menghadapi "penganiayaan terbanyak di dunia." Mayoritas populasi Eritrea terdiri dari 63% Kristen dan 37% Muslim.
Meskipun konstitusi negara mengakui kebebasan beragama, sikap otoriter negara semakin nyata dalam beberapa tahun terakhir.
Pihak berwenang seringkali menangkap umat Kristen dalam serbuan, terutama gereja-gereja yang diakui sebagai ancaman oleh negara.
Pada April 2023, sekitar seratus mahasiswa Kristen ditangkap karena berdoa dan membuat video di media sosial, dan mereka dipenjarakan di pusat yang dikenal dengan kondisi penahanan yang tidak manusiawi.
Aljazair: Represi Tanpa Sorotan Publik
Represi terhadap kebebasan beragama di Aljazair mendapat sedikit liputan media atau perhatian publik, meskipun hal tersebut disorot oleh ICC. Umat Kristen diperkirakan berjumlah antara 20.000 hingga 200.000, dengan hanya 5.000 orang Katolik.
Aljazair memiliki undang-undang penistaan agama yang memungkinkan penangkapan dan penuntutan non-Muslim yang dituduh melakukan dakwah. Pada tahun 2019, pemerintah memutuskan untuk menutup tempat ibadah akibat krisis COVID-19.
Namun, ketika masjid diizinkan untuk dibuka kembali pada tahun 2021, gereja-gereja, terutama yang terafiliasi dengan Gereja Protestan Aljazair, tetap tertutup hingga saat ini.
Azerbaijan: Pembersihan Etnis dan Penghancuran Warisan Kristen di Nagorno-Karabakh
Hingga akhir September 2023, sekitar 120.000 orang Kristen Armenia tinggal di republik yang menyatakan diri Nagorno-Karabakh.
Meskipun diakui oleh hukum internasional sebagai bagian dari wilayah Azerbaijan, penduduknya telah lama menuntut hak untuk membentuk negara mereka sendiri sejak berakhirnya era Soviet.
Setelah perang berdarah antara Azerbaijan dan Armenia pada tahun 2020, jerat perlahan-lahan menyempit di sekitar orang Armenia Nagorno-Karabakh. Pada 19 September 2023, setelah mengalami blokade keras sejak akhir 2022, Azerbaijan akhirnya melancarkan serangan terakhir, memaksa seluruh penduduk enklave ini meninggalkan tanah air mereka.
Dalam waktu seminggu, sekitar 120.000 orang meninggalkan Nagorno-Karabakh untuk mencari perlindungan di Armenia. Presiden Aliyev, yang sebelumnya berjanji untuk "mmenangkap [orang Armenia] seperti anjing" pada akhir perang tahun 2020, mendapat kritik keras dari masyarakat internasional karena terlibat dalam pembersihan etnis orang Armenia di Nagorno-Karabakh dan penghancuran warisan Kristen di wilayah tersebut.
Posting Komentar