Kesederhanaan St. Fransiskus Menjadi Kunci Kebahagiaan dan Kesadaran Spiritual
Katolik Terkini - St. Fransiskus dari Assisi adalah sosok yang dikenal oleh banyak orang sebagai pelindung hewan dan lingkungan, tetapi ada lebih banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari hidupnya daripada sekadar itu.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas kehidupan St. Fransiskus yang sederhana dan kemiskinan ekstrem yang dia pilih, serta bagaimana hal ini memengaruhi kebahagiaannya dan pandangan hidupnya.
Kemiskisan Ekstrem dan Kebahagiaan
St. Fransiskus lahir dalam keluarga pedagang yang berkecukupan dan memiliki segalanya yang mungkin diinginkan oleh orang pada umumnya. Namun, kehidupannya berubah secara drastis ketika ia memutuskan untuk mencari kemiskinan ekstrem.
Ia tidak hanya memberikan banyak milik ayahnya, tetapi juga menanggalkan semua pakaiannya yang mahal dan mhidup menjadi pengembara. Keputusan ini bukanlah hasil dari keadaan yang tidak menguntungkan, tetapi sebuah pilihan yang disengaja.
St. Bonaventura menganggap bahwa penolakan Fransiskus terhadap kepemilikan material jauh lebih dalam daripada sekadar meninggalkan kenyamanan fisik.
Fransiskus ingin mencapai kemiskinan spiritual, hidup dengan kesadaran bahwa, dalam hubungannya dengan Allah, manusia adalah makhluk yang rendah. Ia tidak hanya mengosongkan tangannya dari barang-barang, tetapi juga hatinya agar Allah bisa mengisinya dengan kasih ilahi.
Stigmata dan Kebahagiaan
Pada tanggal 14 September, kita merayakan Pengangkatan Salib Suci. Pada peristiwa ini, St. Fransiskus menerima stigmata, yaitu luka-luka yang menyerupai luka-luka Kristus pada tubuhnya. Ini adalah momen yang mengubah hidupnya.
Mengapa rasa sakit fisik dan penolakan membuat Fransiskus begitu bahagia? Jawabannya mungkin adalah pada saat itu, ia sudah bahagia. Ia sudah memberikan semua yang ia miliki dan hidup dalam pertobatan. Penolakan atau pengunduruan dirinya adalah awal dari kebahagiaannya, dan stigmata adalah perluasan dari kebahagiaan yang sama.
Salah satu mitos tentang penolakan adalah bahwa melepaskan hal-hal membuat kita sedih. Namun, seperti yang terlihat dalam kehidupan Fransiskus, melepaskan sesuatu yang merusak, seperti merokok atau makanan junk food, dapat membawa kebahagiaan yang lebih besar.
Hal ini juga berlaku untuk penggunaan handphone yang berlebihan atau berkomitmen untuk berolahraga. Fransiskus menolak barang-barang bukan untuk menghukum dirinya sendiri, tetapi untuk mencapai kebaikan yang lebih besar.
Memberi yang Terbaik untuk Allah
Fransiskus adalah contoh nyata bahwa memiliki lebih sedikit bisa berarti memberi lebih banyak. Meskipun ia memiliki sedikit dalam kehidupan pribadinya, ia menjadi lebih produktif dalam upayanya yang bersifat umum.
Semakin sedikit yang ia miliki, semakin banyak yang bisa ia berikan untuk panggilannya. Bagi Fransiskus, barang-barang paling berharga adalah pemberian kepada Allah, dan hal ini tercermin dalam kebahagiaannya yang besar.
Kesimpulan
Dalam kehidupan St. Fransiskus dari Assisi, kita dapat belajar bahwa kemiskinan ekstrem bukanlah akibat dari keadaan yang sulit, tetapi merupakan pilihan sadar untuk mencapai kebahagiaan batin dan spiritual.
Melepaskan hal-hal yang merusak bisa membawa kebahagiaan yang lebih besar, dan dengan memiliki lebih sedikit, kita dapat memberi lebih banyak. Fransiskus mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam memberi yang terbaik untuk Allah dan hidup dengan sederhana.
Posting Komentar