Mengungkap Jejak Pahlawan Tionghoa di Balik Kemerdekaan Indonesia
Katolik Terkini - Indonesia meraih kemerdekaannya melalui perjuangan berbagai kelompok masyarakat, termasuk pahlawan-pahlawan keturunan Tionghoa yang berkontribusi besar dalam perjuangan tersebut.
Meskipun tanpa memandang bulu, ras, dan suku, mereka dengan penuh semangat memainkan peran penting dalam meraih kemerdekaan Republik Indonesia. Berikut adalah beberapa pahlawan keturunan Tionghoa yang berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia:
1. Lie Eng Hok: Mempelopori Gerakan Pemberontakan dan Mata-Mata Tersembunyi
Lie Eng Hok lahir pada tanggal 7 Februari 1893, di Balaraja, Tangerang. Ia merupakan seorang tokoh Tionghoa yang aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ia memulai kariernya sebagai jurnalis di surat kabar Tionghoa, Sin Po, pada tahun 1910-an.
Meskipun ditangkap dan diasingkan ke Papua selama lima tahun, ia tidak pernah mengkhianati perjuangan dan lebih memilih hidup sederhana dengan membuka kios tambal sepatu.
Pengorbanan Lie Eng Hok diakui oleh pemerintah Indonesia. Ia diangkat sebagai Perintis Kemerdekaan RI pada tahun 1959 sebelum ia meninggal. Makamnya berada di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang.
2. John Lie (Daniel Dharma): Perwira Angkatan Laut dan Pemberontakan
John Lie, atau dikenal sebagai Daniel Dharma, lahir pada tanggal 9 Maret 1911, di Manado. Ia adalah seorang perwira Angkatan Laut pada masa penjajahan Jepang. Meskipun awalnya menempuh pendidikan di sekolah berbahasa Belanda, ia nekat pergi ke Batavia pada usia 17 tahun untuk mendapatkan pendidikan militer.
Salah satu kontribusi besar John Lie adalah berhasil menembus blokade Belanda di Sumatera dan menukar komoditas Indonesia dengan senjata. Pada tahun 1950, ia juga terlibat dalam menumpas gerakan pecah belah Republik Maluku Selatan (RMS) dan pemberontakan PRRI. John Lie dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2009 atas kontribusinya.
3. Sho Bun Seng: Dari Seni ke Perlawanan
Sho Bun Seng awalnya aktif dalam seni teater di masa penjajahan Belanda. Ia terlibat dalam kelompok sandiwara Dardanela di Aceh pada tahun 1920-an. Namun, rasa anti-Belanda dan cintanya terhadap Tanah Air tumbuh seiring berjalannya waktu.
Pada tahun 1926, ia pindah ke Padang, Sumatra Barat, dan bergabung dengan kelompok gerilya yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ismail Lengah. Bun Seng diberi tugas sebagai mata-mata terhadap kelompok Tionghoa yang mendukung Belanda.
Setelah kemerdekaan, ia terlibat dalam banyak aksi dan perjuangan demi Indonesia yang merdeka. Sho Bun Seng meninggal pada tahun 2000 dan dimakamkan dengan upacara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
4. Tjia Giok Thwam (Basuki Hidayat): Pasukan 19 Corps Mahasiswa Djawa Timur
Tjia Giok Thwam lahir di Surabaya pada tahun 1927. Sejak usia 18 tahun, ia terlibat dalam pertempuran melawan Belanda dan bergabung dengan Pasukan 19 Corps Mahasiswa Djawa Timur (CMDT). Setelah perjuangan yang panjang, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Pada tahun 1958, Tjia Giok Thwam menerima penghargaan atas kontribusinya sebagai pejuang kemerdekaan. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Malang, dengan upacara militer.
5. Ferry Sie King Lien: Mengambil Risiko untuk Kemerdekaan
Ferry Sie King Lien lahir pada tahun 1933 dalam keluarga mapan di Surakarta, Jawa Tengah. Meskipun memiliki masa depan yang terjamin, ia memilih mengambil risiko sebagai pejuang kemerdekaan.
Pada usia 16 tahun, ia terlibat dalam pertempuran di Solo tahun 1949. Ia bersama empat temannya bertugas memotivasi rakyat untuk bergabung dalam perjuangan dengan membuat coretan, membagikan selebaran, dan menyerang pasukan Belanda secara gerilya.
Kehilangan nyawa di tengah pertempuran, coretan inspiratifnya tetap membara dalam semangat rakyat. Ferry Sie King Lien dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Jurug, Solo.
6. Ong Tjong Bing (Daya Sabdo Kasworo): Dokter yang Merawat Korban
Ong Tjong Bing, atau dikenal sebagai Daya Sabdo Kasworo, merupakan pejuang kemerdekaan yang berprofesi sebagai dokter. Ia merawat korban pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Setelah menempuh pendidikan sebagai dokter gigi, ia bergabung dengan dunia militer sebagai pegawai sipil.
Selama kariernya di militer, ia terlibat dalam menumpas berbagai gerakan pemberontakan, termasuk DI/TII, operasi PRRI-Permesta, dan Mandala-Trikora. Ia juga berperan dalam pendirian rumah sakit militer di Jayapura. Ong Tjong Bing pensiun pada tahun 1976 dengan pangkat Letnan Kolonel.
Keseluruhan, pahlawan-pahlawan keturunan Tionghoa ini telah memberikan kontribusi yang besar dan beragam dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Republik Indonesia. Meskipun latar belakang mereka berbeda-beda, semangat perlawanan dan cinta mereka terhadap tanah air telah menyatukan mereka dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Posting Komentar