Makna dan Praktik Humanisme Keagamaan dalam Era Kontemporer
Katolik Terkini - Humanisme
Modern sering kali dihubungkan dengan sekularisme, tetapi tidak boleh dilupakan
bahwa humanisme juga memiliki akar yang kuat dalam tradisi keagamaan yang
berpengaruh.
Selama masa Renaisans,
pengaruh keagamaan pada humanisme lebih cenderung bersifat Kristen, namun
seiring waktu, humanisme telah berkembang menjadi lebih beragam dalam hal
pandangan agama.
Setiap keyakinan keagamaan
yang mengintegrasikan prinsip-prinsip humanistik dapat disebut sebagai
humanisme keagamaan. Ini mencerminkan bagaimana Humanisme Kristen, misalnya,
memadukan nilai-nilai agama dengan prinsip-prinsip humanistik. Meskipun
demikian, lebih tepat untuk menggambarkan hal ini sebagai agama yang
diberdayakan oleh pemikiran humanis daripada sebagai humanisme yang diarahkan
pada aspek keagamaan.
Namun, dalam konteks ini,
kita tidak sedang membahas jenis humanisme keagamaan tertentu. Humanisme
keagamaan memiliki dasar yang sama dengan jenis humanisme lain, yaitu perhatian
utama terhadap kemanusiaan, kebutuhan manusia, dan pengalaman manusia. Bagi
mereka yang menganut humanisme keagamaan, fokus etisnya terletak pada manusia
dan segala hal yang bersifat manusiawi.
Individu-individu yang
mengidentifikasi diri sebagai humanis keagamaan telah ada sejak awal gerakan
humanisme modern. Dalam 34 orang yang menandatangani Manifesto Humanis pertama,
13 di antaranya adalah pendeta Unitarian, satu adalah seorang rabbi liberal,
dan dua lainnya adalah pemimpin dalam Kebudayaan Etika. Tidak dapat disangkal
bahwa kehadiran dimensi keagamaan dalam humanisme modern sangatlah penting.
Perbedaan dalam Pendekatan
Humanisme keagamaan
dibedakan dari bentuk humanisme lainnya melalui sikap dasarnya dan pandangannya
terhadap esensi humanisme. Humanis keagamaan menghargai humanisme secara
religius.
Ini melibatkan pendefinisian
agama dari perspektif fungsional, yaitu mengidentifikasi fungsi-fungsi
psikologis atau sosial tertentu dari agama sebagai ciri khas yang membedakannya
dari sistem kepercayaan lain.
Fungsi-fungsi agama yang
sering diakui oleh humanis keagamaan meliputi pemenuhan kebutuhan sosial
kelompok (seperti pembentukan moral, perayaan bersama, dan pengembangan
komunitas) dan pemenuhan kebutuhan individu (seperti pencarian makna dan tujuan
hidup, menghadapi tragedi dan kehilangan, serta aspirasi untuk kemajuan).
Bagi humanis keagamaan, memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini adalah inti dari agama; agama dianggap berhasil ketika
ia memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tersebut. Pendekatan ini menempatkan
tindakan dan hasil di atas doktrin dan tradisi, sejalan dengan prinsip humanis
bahwa pertolongan dan harapan ditemukan melalui hubungan sesama manusia.
Bagaimanapun juga masalah
yang dihadapi, solusinya terletak pada usaha kolektif, dan tidak semestinya
menunggu intervensi dewa atau roh.
Karena humanisme keagamaan
berfokus pada konteks sosial dan individual dalam mencapai tujuan ini,
humanisme ini diamalkan melalui ritual dan komunitas agama. Sebagai contoh,
Masyarakat Kebudayaan Etika atau kelompok-kelompok terkait dalam Masyarakat
Keagamaan Humanistik Yudaisme atau Asosiasi Unitarian-Universalis. Grup-grup
ini secara eksplisit mengakui komitmen mereka terhadap humanisme dalam konteks
keagamaan modern.
Beberapa humanis keagamaan
bahkan lebih jauh dengan berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan sosial dan
individual ini hanya mungkin terjadi melalui praksis agama. Paul H. Beattie,
mantan presiden Fellowship of Religious Humanists, berpendapat bahwa komunitas
agama adalah cara terbaik untuk menyebarkan dan memperkuat prinsip-prinsip
hidup yang baik.
Oleh karena itu, ia dan yang
sependapat dengannya menganggap bahwa pemenuhan kebutuhan ini hanya bisa
dicapai melalui keterlibatan dalam agama, meskipun bukan selalu melalui sistem
keagamaan supernatural tradisional. Segala cara yang berusaha memenuhi
kebutuhan ini, menurut pandangan ini, dapat dianggap sebagai aspek keagamaan,
termasuk humanisme sekuler, meskipun tampaknya terdapat paradoks dalam istilah
tersebut.
Posting Komentar